Minggu, 30 Desember 2018

Chef Yenata


MAHASISWA TRISTAR INSTITUTE DIDORONG UNTUK JADI
FOOD ENTREPRENEUR



Chef Yenata, salah  satu dosen kuliner di Tristar Group. Alumni di salah satu pendidikan tinggi perhotelan di Surabaya ini pernah mengepalai sejumlah restaurant, menjadi consultan café dan bekerja di hotel bintang di dalam dan luar negeri.



Chef kelahiran Banyuwangi 18 April 1982 ini juga pernah beberapa tahun menimba pengalaman di hotel "The Westin Dubai UAE". Segudang pengalaman di bidang kuliner yang didapat selama belasan tahun itu, kini didedikasikan di dunia pendidikan lewat profesi sebagai dosen di Tristar Culinary Institute.


Sebagai pendidik, chef Yenata selalu menekankan kepada mahasiswa untuk memperbanyak pengalaman di luar kampus, agar mental terbentuk dulu, tidak mudah menyerah, "Harus jatuh bangun dulu, memulai dari bawah, bertemu dengan berbagai macam karakter orang, agar ketika di atas bisa memahami yang di bawah,”  katanya.

“Selain itu,” lanjutnya, "Saya sarankan agar sering mengikuti lomba-lomba yang ada.  Mahasiswa juga harus mengasah kreativitas dalam menciptakan suatu produk,  lalu menjualnya. Misalnya, menjual pada acara car free day, lewat online, atau juga pada acara bazar-bazar yang ada,” ungkap anak kedua dari dua bersaudara itu.


Saran tersebut juga disampaikan kepada para mahasiswa Tristar Institute Pontianak, salah satu cabang Tristar Group yang beralamat di Kompleks SMA Taruna Bumi Khatulistiwa, Jalan Supadio Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Pontianak Kalimantan Barat.

Sejalan dengan misi Tristar sebagai sekolah tinggi memasak untuk mencetak  profesional chef dan melahirkan pelaku dunia usaha di bidang kuliner (food entrepreneur).

Para mahasiswa Tristar Institute Pontianak, banyak yang berminat untuk menjadi wirausaha di bidang kuliner. “Mereka menyampaikan ide usaha. Sebagai pendidik, kita mendalami ide mereka, membantu mengarahkan dan  menyempurnakan produk yang mereka sampaikan.”


Renaldi, salah satu mahasiswa Tristar Institute Pontianak yang  ingin membuka usaha home ice cream dengan topping aneka buah di atas  produknya. Idenya cemerlang  dan  memiliki peluang yang bagus. Apa arahan  chef Yenata ketika ide itu diutarakan?

“Saya bilang bagus. Ice cream bisa disesuaikan pangsa  pasarnya. Kalau pangsa menengah ke bawah, otomatis bahan baku juga beda. Kalau pangsa menengah ke atas juga pasti memakai bahan baku yang berbeda pula.  Karena target marketnya yang diinginkan menengah ke atas, ya saya  sharing mengenai bahan baku, metode dan peralatan yang dipakai  kepada dia,” bebernya.


PRODUK UNIK
Persaingan dalam dunia usaha tidak mungkin dihindari. Karena itu, chef  Yenata  menyarankan agar pelaku usaha bisa  menciptakan produk yang unik.  Produk yang belum ada di lingkungan atau kota tersebut.  Kemudian dikemas dengan selera dan cita rasa setempat. Juga harus bersaing antara harga dan porsi dengan produk yang dianggap kompetitor atau sejenisnya.

“Maksud saya begini; contoh di Pontianak, ada salah satu makanan khas bernama Mi Tiaw. Nah, kalau kita mau buka cafe, kita bisa mengembangkan Mi Tiaw ini menjadi menu modern. Misalnya dibuat menjadi Mi Tiaw Bolognese, Mi Tiaw  Beef Curry dan lain-lain. Jadi harus berinovasi mengembangkan menu lokal menjadi  menu bernuansa modern,”  jelasnya.


Semua aspek bisa dilakukan.  Menciptakan bahan baku yang sudah menjadi ciri khas  agar lebih menarik. Mau  menciptakan sendiri, atau mengangkat bahan baku yang sudah menjadi ciri khas agar menjadi lebih menarik juga sangat bisa dilakukan.

“Contohnya, mi kita bikin sendiri dengan menambahkan tinta cumi sehingga  menu bisa dinamai Mi Tiaw Hitam atau Mi Tiaw Hijau dengan menambah sari  daun agar warna mi  menjadi hijau. Kita share ke mahasiswa agar mereka tahu bahwa perluasan menu itu banyak sekali. Tidak hanya itu-itu saja. Mahasiswa  kita rangsang untuk memainkan imajinasinya dalam suatu produk bahan baku,”  paparnya. /bahar