Jumat, 02 Mei 2025

Wisata Musim Semi di Negeri Sakura (9) – Catatan: Juwono Saroso


BERBURU CITA RASA AUTENTIK JEPANG DI LORONG PANJANG NAKAMISE-DORI, ASAKUSA


Ada yang bilang; “Kalau ke Tokyo,  dan nggak berkunjung ke Asakusa, kita seperti kehilangan separuh cita rasa jajanan khas dan kuliner tradisional Jepang”.


Ungkapan tersebut tidak berlebihan. Sebab, Asakusa menghadirkan Jepang paling tradisional. Tidak hanya tentang kuil megah dan suasana klasiknya saja. Tetapi di balik hiruk-pikuk wisatawan, tersembunyi cita rasa autentik Jepang.


Ketika  melangkah menuju kuil Senso-ji, kita akan melewati Nakamise-dori. Kawasan ini bukan sekadar street food biasa. Di lorong panjang yang kanan-kirinya penuh dengan toko-toko kecil yang menjual aneka jajanan khas Jepang. Nah, dari sinilah pengalaman wisata kuliner dimulai.


Cobalah kue mungil yang bentuknya lucu banget, kayak boneka atau hewan kecil. Namanya Ningyo-yaki. Isiannya pasta kacang merah. Dibuat fresh di tempat, masih hangat waktu digigit. Terasa lembut dan manisnya pas!

Coba juga Senbei, kerupuk nasi yang dibakar di atas arang. Ada yang gurih, ada yang manis, tapi yang best banget tuh yang dikasi kecap asin. Crunchy dan wangi banget. Lalu Kibi Dango, bola-bola ketan yang ditaburi bubuk kedelai sangrai. Rasanya lembut dan manis. Pas sebagai teman berjalan-jalan.


Asakusa juga terkenal dengan berbagai jenis Wagashi (kue tradisional Jepang) yang cantik dan punya makna simbolik.  Beberapa toko telah berdiri selama lebih dari seratus tahun.  Diantaranya  Asakusa Kagetsudo, yang terkenal dengan Melonpas, roti manis bertekstur renyah di luar, lembut di dalam.


Selain camilan kaki lima, Asakusa  juga memiliki banyak restoran dan kedai lawas bergaya estetika showa retro. Gaya arsitektur Jepang klasik dengan suasana vintage ala tahun 50-an. Uniknya, di etalase depan restoran dan kedai, terdapat dummy food (replika makanan) dari bahan lilin dan  fiber.


Sekilas, kita akan terkecoh karena  dummy food sangat mirip dengan aslinya. Seperti Tempura udang besar disajikan dengan nasi dan saus khusus. Soba dengan kuah yang ringan. Unagi (belut)  bakar yang dimarinasi dengan saus tare rahasia. Dan masih banyak replika makanan lainnya.


Replika makanan di etalase, menjadi daya tarik tersendiri sekaligus membangkitkan selera. Wisatawan  mendapat info yang akurat tentang menu-menu yang tersedia,  sekaligus daftar harganya.

Jika sudah puas mencicipi kuliner dan belanja souvenir, kita bisa keliling santai di Asakusa dengan naik Rickshaw.  Ini model transportasi tradisional yang  dilestarikan sejak zaman Meiji (1868-1912).  Dikemudikan oleh anak-anak muda yang ramah dengan kostum yang menarik.


Rute Rickshaw meliputi kuil Senso-ji, gerbang Kaminari-mon, Nakamise shopping street, hingga kuil Shinto. Tarif untuk rute  pendek 15-20 menit; ¥500-¥1.000 (Rp 56.000 – Rp 113.000) per orang, rute sedang; 30-40 menit ¥1.000-¥2.000  (Rp 113.000-Rp 226.000) per orang dan rute panjang; 60-90 menit  ¥2.000-¥5.000 (Rp 226.000 – Rp 565.000) per orang. (bersambung)