BERBURU CITA RASA AUTENTIK
JEPANG DI LORONG PANJANG NAKAMISE-DORI,
ASAKUSA
Ada yang bilang; “Kalau ke
Tokyo, dan nggak berkunjung ke Asakusa,
kita seperti kehilangan separuh cita rasa jajanan khas dan kuliner tradisional
Jepang”.
Ungkapan
tersebut tidak berlebihan. Sebab, Asakusa menghadirkan Jepang paling
tradisional. Tidak hanya tentang kuil megah dan suasana klasiknya saja. Tetapi
di balik hiruk-pikuk wisatawan, tersembunyi cita rasa autentik Jepang.
Ketika
melangkah menuju kuil Senso-ji, kita akan melewati Nakamise-dori. Kawasan ini bukan
sekadar street food biasa. Di lorong
panjang yang kanan-kirinya penuh dengan toko-toko kecil yang menjual aneka
jajanan khas Jepang. Nah, dari sinilah pengalaman wisata kuliner dimulai.
Cobalah
kue mungil yang bentuknya lucu banget, kayak boneka atau hewan kecil. Namanya Ningyo-yaki. Isiannya pasta kacang
merah. Dibuat fresh di tempat, masih hangat
waktu digigit. Terasa lembut dan manisnya pas!
Coba
juga Senbei, kerupuk nasi yang
dibakar di atas arang. Ada yang gurih, ada yang manis, tapi yang best banget tuh yang dikasi kecap asin. Crunchy dan wangi banget. Lalu Kibi Dango, bola-bola ketan yang
ditaburi bubuk kedelai sangrai. Rasanya lembut dan manis. Pas sebagai teman
berjalan-jalan.
Asakusa
juga terkenal dengan berbagai jenis Wagashi
(kue tradisional Jepang) yang cantik dan punya makna simbolik. Beberapa toko telah berdiri selama lebih dari
seratus tahun. Diantaranya Asakusa
Kagetsudo, yang terkenal dengan Melonpas,
roti manis bertekstur renyah di luar, lembut di dalam.
Selain
camilan kaki lima, Asakusa juga memiliki
banyak restoran dan kedai lawas bergaya estetika
showa retro. Gaya arsitektur Jepang
klasik dengan suasana vintage ala
tahun 50-an. Uniknya, di etalase depan restoran dan kedai, terdapat dummy food (replika makanan) dari bahan lilin dan fiber.
Sekilas,
kita akan terkecoh karena dummy food sangat mirip dengan aslinya. Seperti
Tempura udang besar disajikan dengan
nasi dan saus khusus. Soba dengan
kuah yang ringan. Unagi (belut) bakar yang dimarinasi dengan saus tare
rahasia. Dan masih banyak replika makanan lainnya.
Replika
makanan di etalase, menjadi daya tarik tersendiri sekaligus membangkitkan
selera. Wisatawan mendapat info yang
akurat tentang menu-menu yang tersedia,
sekaligus daftar harganya.
Jika
sudah puas mencicipi kuliner dan belanja souvenir, kita bisa keliling santai di
Asakusa dengan naik Rickshaw. Ini model transportasi tradisional yang dilestarikan sejak zaman Meiji (1868-1912). Dikemudikan
oleh anak-anak muda yang ramah dengan kostum yang menarik.
Rute Rickshaw meliputi kuil Senso-ji, gerbang Kaminari-mon, Nakamise shopping street, hingga kuil Shinto. Tarif untuk rute pendek 15-20 menit; ¥500-¥1.000 (Rp 56.000 – Rp 113.000) per orang, rute sedang; 30-40 menit ¥1.000-¥2.000 (Rp 113.000-Rp 226.000) per orang dan rute panjang; 60-90 menit ¥2.000-¥5.000 (Rp 226.000 – Rp 565.000) per orang. (bersambung)