MAHASISWA TRISTAR INSTITUTE DIDORONG UNTUK JADI
FOOD ENTREPRENEUR
FOOD ENTREPRENEUR
Chef Yenata, salah satu dosen kuliner di Tristar Group. Alumni
di salah satu pendidikan tinggi perhotelan di Surabaya ini pernah mengepalai sejumlah
restaurant, menjadi consultan café dan bekerja di hotel bintang di dalam dan
luar negeri.
Chef kelahiran Banyuwangi 18 April 1982 ini juga
pernah beberapa tahun menimba pengalaman di hotel "The Westin Dubai
UAE". Segudang pengalaman di bidang kuliner yang didapat selama
belasan tahun itu, kini didedikasikan di dunia pendidikan lewat profesi sebagai
dosen di Tristar Culinary Institute.
Sebagai pendidik, chef Yenata selalu menekankan
kepada mahasiswa untuk memperbanyak pengalaman di luar kampus, agar mental
terbentuk dulu, tidak mudah menyerah, "Harus jatuh bangun dulu, memulai
dari bawah, bertemu dengan berbagai macam karakter orang, agar ketika di atas
bisa memahami yang di bawah,” katanya.
“Selain itu,” lanjutnya, "Saya sarankan agar
sering mengikuti lomba-lomba yang ada. Mahasiswa juga harus mengasah kreativitas
dalam menciptakan suatu produk, lalu
menjualnya. Misalnya, menjual pada acara car free day, lewat online,
atau juga pada acara bazar-bazar yang ada,” ungkap anak kedua dari dua
bersaudara itu.
Saran tersebut juga disampaikan kepada para
mahasiswa Tristar Institute Pontianak, salah satu cabang Tristar Group yang
beralamat di Kompleks SMA Taruna Bumi Khatulistiwa, Jalan Supadio Kecamatan
Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Pontianak Kalimantan Barat.
Sejalan
dengan misi Tristar sebagai sekolah tinggi memasak untuk mencetak profesional chef dan melahirkan pelaku
dunia usaha di bidang kuliner (food entrepreneur).
Para mahasiswa Tristar Institute Pontianak, banyak
yang berminat untuk menjadi wirausaha di bidang kuliner. “Mereka menyampaikan
ide usaha. Sebagai pendidik, kita mendalami ide mereka, membantu mengarahkan
dan menyempurnakan produk yang mereka
sampaikan.”
Renaldi, salah satu mahasiswa Tristar Institute
Pontianak yang ingin membuka usaha home
ice cream dengan topping aneka buah di atas produknya. Idenya cemerlang dan
memiliki peluang yang bagus. Apa arahan
chef Yenata ketika ide itu diutarakan?
“Saya bilang bagus. Ice cream bisa disesuaikan
pangsa pasarnya. Kalau pangsa menengah
ke bawah, otomatis bahan baku juga beda. Kalau pangsa menengah ke atas juga
pasti memakai bahan baku yang berbeda pula.
Karena target marketnya yang diinginkan menengah ke atas, ya saya sharing mengenai bahan baku, metode dan
peralatan yang dipakai kepada dia,”
bebernya.
PRODUK
UNIK
Persaingan dalam dunia usaha tidak mungkin
dihindari. Karena itu, chef Yenata menyarankan agar pelaku usaha bisa menciptakan produk yang unik. Produk yang belum ada di lingkungan atau kota
tersebut. Kemudian dikemas dengan selera
dan cita rasa setempat. Juga harus bersaing antara harga dan porsi dengan
produk yang dianggap kompetitor atau sejenisnya.
“Maksud saya begini; contoh di Pontianak, ada salah
satu makanan khas bernama Mi Tiaw. Nah, kalau kita mau buka cafe, kita
bisa mengembangkan Mi Tiaw ini menjadi menu modern. Misalnya dibuat
menjadi Mi Tiaw Bolognese, Mi Tiaw
Beef Curry dan lain-lain. Jadi harus berinovasi mengembangkan menu
lokal menjadi menu bernuansa modern,” jelasnya.