ADA CERITA LAIN DARI BALIK KEMEWAHAN DAN GEMERLAPNYA RUANG CASINO
Julukan "The Las Vegas
of Asia” memang tepat disematkan
untuk Macau.
Kota ini dikenal sebagai pusat perjudian terbesar di Asia. Banyak casino mewah dan
suasana mirip Las Vegas.
Di
Makau terdapat lebih dari 41 casino dan tentu saja terus akan bertambah. Namun ada lima casino paling
populer dengan fasilitas hotel bintang lima, pusat perbelanjaan mewah, dan
restoran serta hiburan kelas internasional.
Sebut
saja The Venetian, casino terbesar dengan luas
hampir 35.000 meter persegi. Di sana terdapat 640 meja judi dan lebih dari
3.000 mesin slot. Kemudian Wynn Palace, casino mewah dengan desain elegan, terdapat lebih dari
350 meja dan 1.000 mesin slot.
Ada
juga MGM Cotai, casino modern dengan
koleksi seni kontemporer. Terdapat 170
meja dan 1.500 mesin slot. Berikut Grand Lisboa, casino ikonik dengan desain unik,
menyediakan 390 meja permainan dan 880 mesin slot. Talu, ada Galaxy dengan 7.000 meja dan
1.500 mesin slot di are seluas 3.700 meter persegi.
Malam
baru saja turun ketika lampu-lampu kota Macau mulai menunjukkan kemegahannya.
Dari kejauhan, terlihat menawa bergaya futuristic milik Grand Lisboa, menyala
seperti mercu suar dalam laut gedung pencakar langit. Wajar jika kota ini
sering dijuluki “Las Vegas dari Asia”.
Namun
berbeda dari Las
Vegas yang
pernah saya kunjungi tahun 2003 lalu. Serba gemerlap dan penuh kegilaan di
tengah gurun Nevada. Bedanya? Macau punya sisi
Asia yang khas. Lebih tertata, lebih
eksklusif, dan kadang terasa seperti dunia lain yang dibangun di atas mimpi dan
perjudian.
Bagi sebagian orang, casino adalah
tempat mencari keberuntungan. Tapi bagi banyak pengunjung di Macau, ini adalah
panggung kehidupan. Ada yang datang dengan percaya diri, membawa strategi dan
batas pengeluaran. Ada pula yang hanya ingin merasakan sensasi adrenalin saat
dadu dilempar, kartu dibuka, atau roda roulette diputar.
Tapi Macau bukan sekadar tentang
menang atau kalah. Dunia casino adalah sistem industri besar. Banyak tamu datang bukan hanya untuk berjudi,
tapi untuk menikmati pengalaman mewah yang ditawarkan—suite hotel bintang lima,
pertunjukan seni berkelas, restoran dengan koki Michelin, hingga butik fashion
internasional.
Sebagai pelancong, saya tidak datang
untuk menguji keberuntungan di meja judi. Saya lebih memilih mengamati—menikmati
atmosfer, mencatat nuansa, dan mungkin, menemukan cerita. Karena Macau bukan
sekadar kota casino. Ini adalah teater besar, tempat manusia mempertaruhkan
lebih dari sekadar uang: mereka mempertaruhkan emosi, waktu, bahkan bagian dari
diri mereka.
Di balik lampu-lampu terang dan
tumpukan chip, selalu ada cerita lain. Tentang harapan yang dipasang terlalu
tinggi, tentang mimpi yang berubah jadi kabut. Tentang orang-orang yang datang
dengan semangat, lalu pulang dengan hampa. Tapi begitulah dunia perjudian:
memikat, menggoda, dan tak pernah menjanjikan hasil pasti.
Saya sempat duduk di lounge casino
sambil menyeruput moctail, menyaksikan orang-orang berlalu-lalang dengan
pakaian modis. Ada rombongan dari daratan Tiongkok, pasangan muda dari Korea,
pebisnis dari Hongkong, hingga turis dari Eropa yang penasaran menjajal aura
eksotis perjudian Timur.
Yang menarik, perjudian di Macau
bukanlah sesuatu yang disembunyikan atau dibuat tabu. Ini adalah bagian dari
denyut ekonomi kota. Pendapatan dari kasino menyumbang mayoritas pemasukan
pemerintah.
Malam kian larut, dan lampu-lampu kasino masih menyala terang. Kota “Las Vegas” versi Timur tahu cara memanjakan tamunya. Tapi juga, diam-diam mengajarkan: bahwa di setiap keberuntungan, ada risiko yang harus dihitung. Dan di setiap tawa kemenangan, mungkin ada cerita getir yang tersembunyi. (bersambung)