KETEMU
FEN FEN
TEMAN SATU KELAS
SEMASA SMA DI SURABAYA
Ke
Oarai Perfektur, saya harus ganti kereta dua kali. Pertama naik kereta dari stasiun Ueno menuju Stasiun Mito. Kedua, dari stasiun
Mito ganti kereta lagi menuju stasiun Oarai.
Terkesan ribet?
Tidak juga. Sebab, schedule kedatangan dan keberangkatan kereta sudah
terprogram dengan baik. Semua on time, tepat waktu. Proses naik turunnya penumpang tertib
dan sangat cepat sehingga menghemat waktu.
Perjalanan dari stasiun Ueno Tokyo ke stasiun Mito, ada
beberapa pilihan kereta. Mau yang express atau yang biasa. Saya naik kereta
express Hitachi. Kereta ini sangat nyaman. Didesain untuk perjalanan jarak
jauh. Interiornya cantik dan suara keretanya tidak berisik.
Sepanjang perjalanan,
penumpang bisa beraktivitas dengan tenang.
Banyak penumpang yang sibuk dengan lap top. Penumpang lainnya asik
membaca buku. Sementara di dalam kereta, ada penjual minuman dan makanan
kemasan yang didorong. Saya beli satu
makanan. Rasanya enak juga. Harganya sekitar 42 ribu rupiah.
Perjalanan
dengan kereta Hitachi dari Oarai Tokyo ke Mito, masih sore. Jadi, saya masih bisa menikmati pemandangan di luar. Hamparan sawah, perkebunan
yang hijau dan deretan rumah-rumah
cantik khas Negeri Sakura.
Dari stasiun
Mito ganti kereta ke stasiun Oarai. Keretanya terkesan kuno. Suara mesinnya
berisik. Interiornya juga kuno tetapi terawat
dengan baik. Di antara para penumpang, banyak anak sekolah yang pulang naik kereta. Iseng-iseng saya tanya pakai bahasa Inggris, apakah saya
sudah berada di jalur kereta yang benar.
Mereka mengerti dan bisa menjelaskan.
Sampai di Oarai,
saya hubungi Tuti Dewi Alimsyah yang
biasa dipanggil Fen Fen, teman satu
kelas semasa SMA di Surabaya. Dia bilang baru pulang dari kerja. Mau mandi sebentar,
lalu menjemput saya.
Fen Fen mengajak
saya ke resto western. Resto ini sangat modern. Menggunakan robot untuk antar
makanan ke meja tamu. Kami ngobrol sambil makan. Bercerita tentang aktivitasnya
di Oarai diselingi cerita nostalgia semasa masih SMA.
Di Oarai, Fen
Fen bekerja berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Kalau sedang
musim panen ubi, dia bekerja di kebun ubi.
Kalau pas musim panen buncis atau paprika dia bekerja di sana.
Di sela-sela
waktu libur, dia jualan telur. Juga terima jasa titip. Fen Fen sangat rajin dan pintar cari peluang.
Tidak pernah nganggur. Untuk menunjang mobilitas transportasi, dia membeli city car. Kalau di Indonesia sekelas mobil Karimun bagitulah.
Ingin rasanya lebih lama ngobrol, tapi waktu sangat terbatas. Saya harus mengejar jadwal kereta. Fen Fen mengantar saya ke stasiun Oarai dan saya mengucapkan ‘arigato’ (terima kasih) dan ‘sayonara’ (selamat tinggal) pada Fen Fen. (bersambung)